Laman

Rabu, 15 Desember 2010

Mengenal Arti Sebuah Kehadiran


Siap atau tidak, suatu hari semuanya pasti akan berakhir

Tidak ada lagi matahari yang terbit, tidak ada menit, jam ataupun hari….

Semua materi yang kita kumpulkan, baik itu uang yang didapat ataupun hal yang bersifat fisik lainnya akan diteruskan ke orang lain.

Kekayaan kita, ketenaran dan kekuasaan yang sesaat akan menghilang dan menjadi tidak berarti lagi.

Sehingga tidak akan penting lagi segala sesuatu yang pernah kita miliki atau yang pernah kita kuasai.

Segala macam rasa dendam,dengki, frustasi dan juga rasa iri pada akhirnya akan hilang.
Hal yang sama juga berlaku kepada harapan, ambisi, rencana dan hal-hal lainnya yang kita inginkan, kesemuanya itu kemudian jadi tidak berlaku lagi.

Kemenangan dan kekalahan yang pada awalnya menjadi sangat penting lalu segera memudar, lenyap dan menghilang.

Tidak berarti lagi darimana kita berasal atau disisi mana jalur hidup kita pada akhirnya.

Tidak berarti lagi apakah kita cantik atau brillian. Bahkan jenis kelamin dan warna kulit bukan lagi menjadi satu persoalan.

Yang kemudian berarti adalah bukan apa yang kita beli namun apa yang kita bangun,
Bukan apa yang kita dapat tapi apa yang kita berikan.

Yang kemudian berarti bukanlah kesuksesan kita namun keberartian kita.

Yang kemudian berarti bukanlah apa yang kita pelajari namun apa yang kita ajarkan

Yang kemudian berarti adalah setiap tindakan dengan integritas, hati, keberanian dan pengorbanan yang memperkaya, memperkuat ataupun mendorong orang lain untuk menyamai kita sebagai contoh dan menjadikan kita sebagai inspirasi.

Yang kemudian berarti bukanlah kemampuan kita namun karakter kita.

Yang kemudian berarti adalah bukan seberapa banyak orang yang kita kenal, namun seberapa banyak yang akan merasakan kehilangan yang mendalam ketika kita pergi.

Yang kemudian berarti bukanlah yang kita kenang namun kenangan tentang kita yang akan terus hidup pada mereka-mereka yang mencintai kita.

Yang kemudian berarti adalah seberapa lama kita akan diingat, oleh siapa dan bagaimana kita dikenang

Menjalani kehidupan yang berarti tidak terjadi dengan sendirinya. Ini juga bukan mengenai keadaan namun ini mengenai pilihan.

Mengenai pilihan untuk menjalani kehidupan yang lebih berarti.

Menerima Orang Lain Apa Adanya

Seorang pelajar yang baru saja pulang dari medan perang menelepon orangtuanya di rumah. Orangtuanya begitu senang mendengar bahwa anaknya telah kembali. Mereka segera menyuruh pemuda itu untuk pulang ke rumah.

Pemuda itupun sudah tidak sabar lagi rasanya untuk berkumpul kembali dengan keluarganya setelah berbulan bulan lamanya ia harus berada di negara lain untuk berperang. Pemuda itu menanyakan pada orangtuanya apakah ia boleh membawa sahabatnya untuk tinggal bersama sama mereka. Orangtuanya setuju saja lagipula mereka masih punya satu kamar extra di rumah, satu orang tentunya tidak akan begitu merepotkan. ” tetapi sahabatku itu cacat Ia hanya memiliki satu lengan dan satu kaki saja “. Demikian si pemuda itu memberi penjelasan agar orangtuanya tidak terkejut nantinya.

Mendengar hal itu orangtuanya mengurungkan niatnya. Mereka mencoba memberi penjelasan pada putranya, “Tidakkah sebaiknya kita membawa temanmu itu ke panti perawatan korban perang? Kita akan kerepotan mengurus segala keperluannya nantinya. Sudahlah, sebaiknya kamu segera pulang saja. Kami sudah sangat merindukanmu. Besok pagi kami akan segera menjemputmu. Dimana kamu tinggal sekarang?”.

Mendengar jawaban orangtuanya, pemuda itu memberikan hotelnya dan menutup telepon dengan kecewa.

Keesokan harinya orangtua pemuda itu menjemputnya di Hotel dan menemukan kabar bahwa pemuda itu telah bunuh diri dengan cara menjatuhkan dirinya lewat jendela.

Setelah melihat mayat putranya,betapa hancur hati mereka mengetahui bahwa ternyata putranya itu hanya memiliki satu Lengan dan satu kaki.

Seringkali kita lupa bahwa mengasihi adalah menerima diri orang lain SEUTUHNYA tanpa syarat.

Mengasihi suami bukanlah hanya pada saat dirinya begitu gagah dan mapan dengan pekerjaan yang menjanjikan.

Mengasihi isteri adalah menerima dirinya apa adanya dengan kondisi fisik seperti apapun.

Mengasihi anak adalah bisa memuji dan memberinya semangat sekalipun kemampuannya jauh di bawah rata rata anak seumurannya.

Mengasihi Orangtua adalah bangga memiliki mereka sekalipun mereka bukan orangtua yang sempurna.

Sabar


Sabar adalah percaya bahwa sesuatu sedang berubah ke arah yang lebih baik, atau percaya bahwa proses yang kita inginkan sedang belangsung. Bahwa doa atau niat permintaan kita sedang diproses oleh komputer alam semesta milik Yang Mahatahu. Setelah optimal berikhtiar tidak ada yang bisa kita lakukan dan tidak ada yang perlu kita lakukan selain menanti dengan sabar.

Dengan begitu akan lebih mudah untuk kita bersikap sabar sehingga menimbulkan rasa nyaman di hati, tidak fokus pada masalah yang membuat ketidaknyamanan hati.

Dalam hal ini, sabar adalah turunan dari syukur. Hanya orang yang syukur yang bisa bersabar karena dia bisa merasakan kenikmatan di dalam hatinya; bahwa buah doanya sudah dia terima di dalam hati. Ibarat sedang memesan makanan di sebuah restoran yang ramai. Begitu kita menyampaikan pesanan dan membayar lalu mendapatkan tanda terima, saat itu kita sudah merasa senang, merasa sudah mendapatkan, hanya tinggal menanti pesanan kita diantar. Inilah esensi kesabaran.

Sabar berarti menanti mencairnya masalah pulang ke dunia kuantum, dan menanti terwujudnya solusi (doa dan harapan) dari dunia kuantum ke dunia nyata. Mereka yang ikhlas bisa bersabar karena otaknya sanggup memahami relativitas waktu. Di dalam pikiran sadar, pada gelombang otak Beta, waktu terasa sangat nyata. Sementara di hati yang ikhlas, di gelombang otak Alfa misalnya, waktu relatif tidak terasa. Karena sanggup merasakan bahwa waktu adalah milik Tuhan, akhirnya orang yang ikhlas tidak kuasa memaksakan kehendaknya dan mampu bersabar dengan tenang.

Namun, sabar bukan berarti kita hanya duduk diam sambil terus-menerus memikirkan kapan pesanan kita akan datang. Kita harus tetap aktif berikhtiar dan fokus menjalankan aktivitas kita sehari-hari seperti biasanya. Rencana-rencana yang sudah kita buat tetap kita jalankan sebagaimana mestinya dengan memerhatikan kelekatan nafsu yang justru memunculkan energi yang menghalangi terjadinya hal yang sangat kita harapkan.

Barangkali Anda pernah mengalaminya ketika menanti pembayaran, atau mengharapkan panggilan telepn dari seseorang atau berharap agar sifat seseorang berubah. Ketika sangat diharapkan, pembayaran itu malah seringkali terlambat, dan orang yang berjanji menelpon mungkin malah lupa tidak sempat menelpon karena tiba-tiba memiliki banyak kesibukan, dan sifat orang yang ingn kita ubah malah semakin menjengkelkan dan menjadi-jadi. Namun, begitu kita berhenti berharap karena hati ikhlas dan disibukkan oleh rencana-recana yang lain, tiba-tiba saja segala yang pernah kita inginkan berdatangan begitu saja. Seolah tanpa diundang.

Alam semesta kuantum ibarat sebuah mesin besar yang memproses niat-niat Anda. Apa pun yang kita minta secara langsung maupun tidak langsung, akan kita dapatkan pada waktunya. Tapi sebagaimana seorang petani yang menebar benih, Anda juga harus mengerti bahwa dibutuhkan waktu yang berbeda-beda bagi setiap jenis benih untuk tumbuh, menjadi besar, dan buahnya siap untuk dipanen.

Jadi, apa pun yang Anda inginkan, setelah 100% berikhtiar, serahkan saja hal itu sepenuhnya kepada Tuhan. Ikhlaskan sedemikian rupa sampai Anda tidak mengingat lagi (terlupa) akan aap yang pernah Anda minta karena merasa sudah mendapatkan. Jika Anda masih terus mengingat apa yang Anda minta, berarti Anda belum betul-betul lepas menyerahkannya. Anda akan mudah mendapatkannya setelah Anda berhenti memikirkannya. Ikhlas.